Ogoh-ogoh merupakan budaya baru di Bali. Kehadirannya menjadi salah satu pelengkap ritual Nyepi.
Sehari sebelum Nyepi, masyarakat Hindu khususnya di Bali, melaksanakan tradisi pengrupukan. Tradisi ini semacam prosesi mengembalikan bhuta kala ke asalnya. Menurut kepercayaan, mereka dibangunkan dengan alat-alat, umumnya obor; api saprakpak, sembur meswi, bunyi-bunyian kentongan yang dibawa mengelilingi seisi rumah. Sementara itu, berwujud ogoh-ogoh, sang “bhuta kala” lalu diarak menuju catus pata, perempatan.
Pawai ogoh-ogoh hampir selalu diadakan tiap kali menyambut hari raya Nyepi. Rupa mereka direka sedemikian rupa dengan variasi bentuk menyeramkan. Ada yang berwujud raksasa, perjelmaan dewa-dewi dalam murti-nya, mengambil tokoh dari cerita pewayangan atau memakai figur-figur yang sedang populer. Mereka dirakit memadukan estetika seni yang memikat secara visual.
Hampir setiap tahun, keberadaan ogoh-ogoh bak penggenap wajib dalam tradisi menyambut Nyepi. Pawai semarak selalu menjadi atraksi yang dinanti. Kebanyakan orang pasti bertanya perihal cikal bakal ogoh-ogoh dalam tradisi menyambut Nyepi. Salah satu yang tergelitik adalah Kadek Adhi Indrayana. Dia membuat penelitian tentang ogoh-ogoh secara akademis.
Lulusan S1 Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang mengambil program S2 Kajian Budaya ini, mengangkat keberadaan ogoh-ogoh dalam kaitannya dengan ritual Nyepi. Dalam tesisnya, putra pemilik Sanggar Gases Bali ini mencoba mengupas keberadaan ogoh-ogoh dalam hal bentuk, fungsi, dan makna. Ditemui di kantor kecilnya di Jalan Dukuh Sari ketika tengah melayani pelanggan pekan lalu, Kadek Adhi berbagi cerita sekaligus berkenan membagi materi tesisnya.
Ia mengawali perbincangan dengan mengatakan, ogoh-ogoh sebagai suatu bentuk perwujudan. “Ogoh-ogoh sesungguhnya merupakan gambaran akan bhuta kala yang diwujudkan ke dalam suatu bentuk,” terang Kadek Adhi.
Penamaan ogoh-ogoh pun diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali. Artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Ogoh-ogoh diabadikan bahkan dalam sebuah lagu Bali cukup populer. Kata-kata itu dicatumkan sebagai lirik berbunyi “ogah-ogah, ogoh-ogoh, kala-kali lumamapah/ ogah-ogah, ogoh-ogoh, ngiterin desa…”.
Tahun 1983 bisa menjadi bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali. Pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali. “Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional,” tutur Kadek Adhi. Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar.
Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII. Delapan kabupaten ikut berkontribusi. Sebelum itu, menurut Kadek Adhi, hanya ada pawai-pawai tanpa ada bentuk perwujudan.
Lelakut
Tradisi mengembalikan Bhuta Kala ke asalnya di hari pengrupukan, disimbolkan dengan ogoh-ogoh, mirip tradisi lama masyarakat Hindu Bali. Tradisi Barong Landung, Tradisi Ndong Nding dan Ngaben Ngwangun yang menggunakan ogoh-ogoh Sang Kalika, disebutkan Kadek Andhi bisa juga dirujuk untuk menelusuri cikal bakal wujud ogoh-ogoh.
Di dalam babad, tradisi Barong Landung berasal dari cerita tentang seorang putri Dalem Balingkang, Sri Baduga dan pangeran Raden Datonta yang menikah ke Bali. Tradisi meintar mengarak dua ogoh-ogoh berupa laki-laki dan wanita mengelilingi desa tiap sasih keenam sampai kesanga. Visualisasi wujud Barong Landung inilah yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya ogoh-ogoh dalam ritual Nyepi.
“Ada tradisi Ndong-nding yang bisa juga dirujuk,” tambah Kadek Adhi. Ngusaba Ndong nding semacam tradisi pengusiran hama di Karangasem, menurut Kadek Adhi, ritual ini menggunakan lelakut, semacam orang-orangan sawah. Hama diibaratkan sebagai sang bhuta kala, energi negatif yang mengganggu manusia.
Begitu halnya ketika hari pengrupukan. Sang Bhuta Kala diberi upah berupa pecaruan, lalu disomya, disadarkan agar kembali ke asalnya. Dualisme itu ada dan harus diseimbangkan.
“Ada mantra khan yang bunyinya dewa ya, bhuta ya, kala ya,” ujarrnya. Diterangkannya, dewa dari div berarti sinar; bhuta dari bhu berarti gelap. Sedangkan kala yang berada di tengah-tengah, berarti energi atau kekuatan bisa juga waktu.
“Maka, ketika kala terpengaruh bhuta dia mengandung energi kegelapan, negatif menjadi bhuta kala. Sebaliknya, begitu juga pada dewa,” terangnya. Sifat-sifat itu juga ada dalam manusia. “Bila kita marah, menyeramkan, kita memiliki sifat-sifat bhuta,” urai kadek Andhi yang juga mengabdi sebagai mangku.
Ogoh-ogoh menurut Kadek Andhi juga digunakan dalam upacara ngaben. “Ada namanya Ngaben Ngwangun, salah satu tingkatan upacara ngaben, bisa berupa kakek atau nenek,” ungkapnya sembari menerangkan juga perihal Sang Kalika.
Kaca Rasa
Ogoh-ogoh merupakan budaya baru di Bali. Kehadirannya menjadi salah satu pelengkap ritual Nyepi. “Ada budaya-budaya yang mengalami proses tersakralisasi dan itu sah-sah saja,” paparnya. Eksistensi tradisi dalam pelaksanaan ritual umat Hindu di Bali saling melengkapi, sudah baur menjadi kesatuan.
Seiring waktu banyak yang mengkaji keberadaan ogoh-ogoh baik dari tafsir agama, seni dan budaya. “Setelah dikaji dan dikaitkan dengan konsep agama, ogoh-ogoh lebih mengarah ke bentuk tradisi,” ujar kadek Adhi.
Ogoh-ogoh merunut jejaknya, kemunculannya lebih kepada suatu bentuk simbolisasi. Menyimbolkan energi-energi negatif sang bhuta kala, dengan perwujudan menyeramkan untuk dipralina, dilebur dengan air maupun api. “Umpamanya, kalau mau mengusir yang jahat pakailah perwujudan yang serem juga,” candanya. Logika ini ia namai dengan konsep kaca rasa, yang memberikan suatu cerminan atas sesuatu yang terlihat.
“Sebagai suatu bentuk karya seni, ia juga tak bisa dilepaskan dari unsur Satyam, Siwam dan Sundaram,” jelasnya. Konsep penciptaan dalam masyarakat Hindu sangat terkait dengan unsur Kebenaran (satyam), kebaikan/kesucian (siwam) dan keindahan (sundaram).

Terletak pada ketinggian
Pura
Tanah Lot dirikan pada abad ke XV Masehi. Bila air laut surut,
pengunjung dapat langsung masuk ke pelataran pura. Jika air laut pasang,
pura ini tampak seperti perahu yang terapung. Dibawah pura terdapat
banyak ular jinak yang dipercaya sebagai penjaga pura.
Jatiluwih
sebagai Desa Wisata yang terletak 700 meter di atas permukaan laut
merupakan salah satu objek yang terindah di Tabanan, dengan pemandanagan
yang luas dan panorama sawah bertingkatnya yang memukau. Disebelah
utaranya, membentang pegunungan berhutan lebat dengan udara sejuk dan
bersih.
Candi
Pahlawan ini merupakan makam para pahlawan yang gugur pada pertempuran
tanggal 20 Nopember 1946. Pertempuran ini terkenal dengan nama Perang
Puputan Margarana dan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Disini dapat
disaksikan tulisan yang merupakan surat dari beliau kepada Belanda.
Yeh
Gangga selain menjadi pantai yang banyak dikunjungi wisatawan, juga
merupakan tempat nelayan menangkap ikan dan udang. Pantai dengan
karang-karangnya yang indah merupakan pemandangan yang dapat dinikmati.
Pura
Luhur Batukaru dikelilingi oleh hutan dan tumbuh-tumbuhan yang
menghijau dengan udara yang segar dan bersih. Di dalam pura terdapat
banyak peninggalan purbakala.
Museum
Subak, dengan bentuk bangunan yang merupakan perpaduan arsitektur
tadisional Bali dengan modern, museum ini menyimpan banyak alat-alat
pertanian tradisional. Memasuki museum ini suasana masa lampau dapat
dirasakan sehingga peradaban Bali kuno dapat terbayangkan.
Pantai
Soka mempunyai pemandangan indah yang baik sekali untuk tempat
beristirahat. Di sini terdapat sebuah periuk besar dari batukarang dan
sebuah dapur kuno milik Kebo Iwa.
Peninggalan
purbakala dan lukisan-lukisan terkenal yang dibuat pada abad ke 17
terdapat dalam Puri Anyar and Puri Agung ini. Terdapat pula kegiatan
kesenian seperti Tektekan, Joged Bumbung Dance, Andir, Leko yang dilengkapi dengan penyuguhan santap malam ala puri sesuai dengan pesanan para tamu.
Di
taman Pancaka Tirta ini dikuburkan abu seluruh pahlawan dan
putra-putra terbaik bangsa yang meninggal setelah perang kemerdekaan
sampai sekarang. Di pintu gerbang makam ini terdapat 2 patung pahlawan, I
Gusti Debes dan Wagimin.
Panorama
Pupuan dapat dilihat disepanjang perjalanan menuju Singaraja melalui
Seririt. Dimana terbentang pemandangan alam yang indah dengan sawah yang
bertingkat-tingkat dan kebun kopi yang menghijau. Selain itu, air
terjun di Pujungan pun dapat dinikmati.
Dengan
pasir hitam dan ombak besar, Pantai Surabarata ini cukup bagus untuk
berselancar. Ditambah kondisi pantai masih alami dan indah yang
merupakan daya tarik tersendiri bagi pantai ini.
Pasir hitam dan ombak besar ini menyajikan pemandangan yang sangat indah dan nyaman.
Muara
Pantai Pasut ini digunakan untuk perlombaan mendayung dengan sampan
atau perahu nelayan. Dengan pantai yang luas dan landai, pemandangan
indah disajikan oleh pantai ini.
Dengan
pasir hitam dan ombak besar, Pantai Kedungu yang landai ini menyajikan
pemandangan terasering sawah yang luas, yang sangat baik untuk tempat
rekreasi dan cocok untuk perhotelan dan lapangan golf.
Pantai
Beraban yang berpasir hitam dengan ombak besar serta alam sekitarnya
yang masih asli ini memiliki panorama yang sangat menarik bagi setiap
wisatawan. Tempat ini sangat cocok untuk perhotelan.
Indahnya
panorama dengan sawah yang bertingkat membentang luas dapat dinikmati
di Pantai Kelecung ini. Pantainya berpasir hitam dan berombak besar
sebagaimana pantai- pantai lainnya yang ada di Tabanan.
Desa
Pejaten selama bertahun-tahun telah terkenal dengan produksi barang
pecah belahnya yang terbuat dari tanah liat (gerabah). Gerabah ini
diukir khas Bali yang sangat indah dan menarik.
Pinge
adalah sebuah desa yang unik dengan pemandangan alam pedesaan yang
indah. Rumah penduduknya masih alami dengan arsitektur kuno yang disebut
Angkul-Angkul. Selain itu dapat pula dijumpai peninggalan purbakala di
Pura Natar Pejeng.
Sekartaji
menawarkan pengalaman trekking yang tidak terlupakan melewati areal
persawahan dan hutan bambu yang lebat dimana terdapat sungai yang
menakjubkan ditengah-tengahnya.
Bangunan
tradisional Bali beserta segala aktivitas masyarakat di dalamnya dapat
disaksikan di sini. Terlebih, pengunjung dapat langsung terjun dalam
aktivitas- aktivitas tersebut.
Pura
Ulun Danu Beratan terletak di Desa Candi Kuning dan terdiri atas 4
kompleks pura: Pura Lingga Petak, Pura Panataran Puncak Manggu, Pura
Terate Bang, dan Pura Dalem Purwa. Lokasi bangunan pura berada di tepian
Danau Beratan. Danau ini sangat mudah dicapai karena lokasinya berada
di pinggir jalan utama Denpasar Singaraja, tepatnya di Desa pancasari.
Wisatawan dapat menikmati fasilitas yang tersedia di danau ini seperti:
rekreasi melihat-lihat danau, naik perahu bermotor keliling danau,
parasailing, bersampan, memancing, banana boating, dan ski air.
Pada
masa kerajaan majapahit di jawa timur, tersebutlah seorang bhagawan
yang bernama dang hyang dwi jendra. Beliau di hormati atas pengabdian
yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-ajaran
spiritual, peningkatan kemakmuran dan menanggulangi masalah-masalah
kehidupan. Beliau dikenal dalam menyebarkan ajaran agama hindu dengan
nama “dharma yatra”. Di lombok beliau disebut “tuan semeru” atau guru
dari semeru, nama sebuah gunung di jawa timur.
Pada
saat itu penduduk desa beraban menganut monotheisme. Dalam waktu
singkat, ajaran dang hyang nirartha yaitu tentang agama hindu telah
membuat para penduduk mulai meninggalkan ajaran monotheisme tersebut.
Begitu pula sebagian kecil pengikut bendesa beraban mulai
meninggalkannya, dan dia menyalahkan dang hyang nirartha atas hal
tersebut. Kemudian dia mengumpulkan para pengikutnya yang masih setia
dan memimpin mereka untuk mengusir dang hyang nirartha dari tempat
tersebut. Dengan kekuatan spiritual yang dimiliki oleh dang hyang
nirartha, beliau melindungi diri dari serangan bendesa beraban dengan
memindahkan batukarang besar tersebut tempat beliau bermeditasi ke
tengah lautan dan menciptakan banyak ular dengan selendangnya di sekitar
batukarang sebagai pelindung dan penjaga tempat tersebut. Kemudian
beliau memberi nama “tengah lod” yang berarti tanah di tengah lautan.
Sekilas tentang tanah lot
Tanah
lot sangat menarik untuk dikunjungi. Di tanah lot kita menemukan alam
bali yang terkenal di mancanegara ketika kita ingin menyaksikan alam dan
budaya menyatu.
Tanah
lot memiliki banyak tempat menarik untuk melakukan berbagai kegiatan
yang berbeda dan menarik bagi pengunjung. Setiap pengunjung akan
terpesona melihat langit kemerahan yang melingkupi pura ketika matahari
terbenam, deburan ombak yang menghantam karang, panorama yang romantis,
dan laut biru yang dalam sebagai latar belakang dari tanah lot.selain
keindahan pura tanah lot, masih ada pura-pura lain yang bisa dilihat
oleh pengunjung seperti pura batu bolong, pura batu mejan, dan pura
enjung galuh. Sebagai tempat wisata favorit, tanah lot memberikan
kenangan yang tak terlupakan diantaranya di :
Batu bolong
Kesetaraan
gender mungkin sudah mulai di kenal sejak lahirnya pahlawan Wanita
Raden Ajeng Kartini di Jepara, Jawa Tengah. Bahkan sampai sekarang
diperingati sebagai Hari Kartini setiap 21 April secara nasional. Namun
demikian di Tabanan juga memiliki seorang pahlawan wanita pemberani.
Keberaniannya menjadi symbol perjuangan perempuan untuk disejajarkan
dengan kaum laki-laki. Karena keberaniannya memimpin pasukan melawan
pejajah Belanda menjadi inspirasi bagi perjuangan dan pembangunan
perempuan di Tabanan. Dialah Sagung Ayu Wah atau lebih dikenal dengan
Sagung Wah. Siapa dan bagaimana kiprahnya pahlawan Sagung Wah?
Sagung
Wah menjadi sejarah besar bagi keberadan Tabanan yang dikenal sebagai
Kota Singasana. Sagung Wah merupakan adik perempuan dari Raja Tabanan
I Gusti Rai perang yang gugur saaat melakukan perang puputan melawan
penjajah Belanda di Puri Denpasar tahun 1906. Kekalahan Raja Badung
saat itu membuat pejajah Belanda leluasa untuk menguasai Bali termasuk
Tabanan. Bahkan kerajaan Tabanan yang dipimpin keturunan sira Arya
Kenceng juga ditaklukan Belanda. Kemegahan Puri Agung Tabanan
dihancurkan penjajah Belanda. Seluruh keluarga Puri Agung Tabanan
diasingkan ke Lombok. Apa perjuangan Tabanan lantas berhenti ? Ternyata
tidak!
Ketika
tiba di Tukailang , sebuah desa di utara Kota Tabanan, Pasukan Sagung
Wah bertemu dengan pasukan Belanda. Dengan keris yang dibawa, seluruh
senjata Belanda baik bedil maupun meriam tidak mau menyala dan
menembakan pelurunya. Banyak serdadu Belanda tewas. Namun mereka
kemudian mendapatkan senjata sakti dari Puri Tabanan Ki Tulup Empet
mampu mengimbangi kesaktian keris Ki Baru Gajah. Bedil dan meriam
belanda kembali menyalak dan memuntahkan peluru. Akibatnya psaukan
Sagung Wah Banyak yang gugur dan Sagung Wah memutuskan kembali ke
Wangaya Gede saat hari mulai gelap.
Sagung
Wah-pun mau datang ke Puri Tabanan. Sesaat sampai di Dauh Pala,
tepatnya di depan Pura pesimpangan Manik Selaka, ketika sedang ditandu
untuk menuju Puri Tabanan, Sagung Wah ditangkap Belanda. Dia kemudian
diasingkan ke Lombok menyusul keluarganya yang telah diasingkan terlebih
dahulu. Hingga diasingkan ke Lombok, cerita tentang Sagung Wah kemudian
hilang bagai di telan bumi,karena tidak ada catatan mengenai keberadaan
beliau.
Sejarah
kepahlawanan Sagung Ayu Wah atau Sagung Wah benar-benar menginspirasi
berbagai kalangan di Tabanan dalam mengisi pembangunan. Sebagai wujud
penghormatan, sosok Sagung Wah kini diabadikan dalam sebuah patung
perunggu berukuran 8 meter di tengah-tengah kota Tabanan. Adalah
Maestro patung asal Rejasa Penebel I Nyoman Nuarta mau menyumbangkan
patung tersebut untuk pemerintah dan masyarakat Tabanan.
“Selama
ini saya membuat patung atau monument di tempat lain. Saya ingin
menyumbangkan sesuatu yang monumental di Tabanan di tanah kelahiran
saya,” ujar Nyoman Nuarta saat ditemui di studionya di Bandung Nopember
2011 lalu. Bahkan dia memberikan patung tersebut secara gratis kepada
pemerintah dan masyarakat Tabanan. Sejak sebelumnya komunikasi intensif
antara pemerintah Tabanan dengan I Nyoman Nuarta telah terjalin
sebelumnya sehingga saat Hut Kota Tabanan ke 518, 29 Nopember 2011
lalu, replika patung Sagung Wah dipamerkan di lokasi monumen Sagung Wah
saat ini . sementara di Bandung patung yang asli terus dikerjakan.
Patung Sagung Wah sendiri terbuat dari perunggu dengan tinggi total 8
meter. Setelah pengerjaan selama enam bulan, Patung tersebut akhirnya
rampung dan tiba di Tabanan lewat darat Rabu (11/4) lalu.
Kini
patung senilai sekitar Rp 3 miliar lebih tersebut berdiri dengan megah
di perempatan jalan timur gedung kesenian I Ketut Maria. Patung
tersebut selesai dirakit selama tiga hari para pekerja yang juga
didatangkan dari Bandung. “Pemasangan patung Sagung Wah selain sebagai
simbol kepahlawanan, kami harap supaya masyarakat Tabanan bisa melihat
sisi heroik dari sosok Sagung Wah saat melawan Belanda dulu,” ujar
Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti.
Kini
Patung Sagung Wah telah berdiri dengan megah di tengah kota Tabanan.
Hiasan taman dibawahnya mempercantik patung perunggu yang wananya bisa
berubah-ubah ini sesuai dengan keadaan dan cahaya. Patung ini menjadi
salah satu hiasan yang mempercantik wajah kota Tabanan yang kecil ini.
Masyarakatpun nampaknya sangat kagum dengan patung tersebut. Nampak
Sagung Wah berdiri dilindungi burung garuda. Sagung Wah memang keris dan
tombang cabang tiga. Sementara kaki burung garuda mencengkram tiga buah
anak panah.